Bis kota, kursi kanan untuk 3 orang yang tidak saling kenal. Samping kiri, orang gendut buncit, bagian tengah, orang muda cari kerja, samping kanan, orang sok alim yang entah sudah bekerja atau pengangguran banyak doa. Didepan tempat duduk mereka bertiga dihuni kaum hawa, ada yang muda, tua dan paruh baya. Setengah perjalanan, dari belakang munculah pengamen tanpa gitar, memberikan amplop kosong untuk diisi duit dari para penumpang. Tulisan di muka amplop tertulis: "permisi, saya numpang ngamen, untuk biaya istri saya yang sakit dan biaya sekolah anak saya..."
Tak jelas lagu apa yang dinyanyikan karena suara jeleknya kalah keras oleh bunyi mesin bis kota yang sudah rongsokan. Tibalah pengamen meminta "sedekah" dari masing-masing amplop yang diberikan tadi. Terlihat orang gendut sukses memasukkan uang Rp.5000, orang muda tidak mengisi begitu juga orang sok alim itu.
"kok kalian tidak mengisinya? tanyanya pada dua orang disebelahnya.
"ahh...gak punya duit, lagian ngapain ngisi, toh itu juga bukan pekerjaan halal" jawab orang sok alim.
"aku sendiri tak punya uang, ini saja masih cari kerja, susah pak cari kerja, banyak biaya yang belum tentu dapat pekerjaan" sahut pemuda cari kerja.
"masak sih 1000 atau 500 perak saja tidak punya?" tanya si gendut buncit.
"punya sih punya, tapi aku merasa itu tak ada pahalanya sebab secara tak langsung kita turut mempersubur budaya meminta-minta. Padahal meminta-minta itu kan perbuatan kurang disukai Tuhan dan tidak terpuji" jawab orang sok alim sambil membilas jenggotnya.
"aku juga punya pak kalau 500 perak saja, tapi itu bagiku juga lebih berarti untuk tambahan beli es teh nanti..." sahut pemuda yang di tengah.
Terdiam sejenak....
"bukankah dalam agama dikatakan bahwa tangan diatas itu lebih baik dari yang dibawah?" lanjut pria gendut.
"betul pak..." jawab yang lain serempak.
"tapi yang namanya dibawah itu pasti ada dua sifat: satu karena memang tidak mampu, kedua karena memang orang itu pemalas" lanjut orang sok alim.
"kalau saya, memang lebih suka bicara pada fakta pak, untuk apa memberi jika kita sendiri dalam kesusahan? Tuhan juga tidak jelas kapan itu akan dibalas dengan kebaikan bagi kita" seloroh pemuda di tengah.
"Mas! jangan su'udzon pada Tuhan, itu tidak baik!" hardik orang sok alim.
"oh begitukah? apa saya su'udzon? kurasa tidak, sebab aku dulu pernah mengasih-ngasih orang-orang pengemis, tapi mana sampai sekarang tak ada balasannya...?" jawab pemuda.
"jika anda yakin, semua itu pasti terbalas...entah kapan"
"aku juga tak kurang dalam hal keyakinan, aku memberi juga berharap itu diridhoi Tuhan, bukan asal memberi tanpa maksud apa-apa. Bukankah memberi tanpa tujuan itu cuma menghamburkan uang, nah bukankah seorang muslim yang melakukan tanpa kejelasan dan niat itu sama saja seperti dukun"
"oohh...anda salah mas, memberi itu harus ikhlas...jangan pernah mengharapkan balasannya"
"oh gitu ya..? jika memberi tanpa ada rasa ikhlas itu apa dong?"
"yah keterpaksaan.."
"kenapa terpaksa, bukankah anda tadi bilang jika tangan dibawah itu ada dua, berarti anda memberi yang tidak mampu itu atas dasar keterpaksaan?"
"oh tidak mas, saya tidak memberi pengamen itu karena ia orang pemalas"
"kurasa ia tidak pemalas, sebab ia mau terjun langsung/beraksi atas rasa laparnya dan mau berusaha meski usahanya itu tidak baik menurut anda"
"tanpa anda ketahui, saya tadi sudah memberi/membantu pengamen tadi dengan doa, itulah selemah-lemahnya bantuan dari orang muslim"
"berarti anda muslim yang lemah ya? hehehe...Bukankah Tuhan lebih menyukai muslim yang kuat, baik secara fisik, iman dan finansial ketimbang yang miskin meskipun beriman? sebab dengan kekayaannya itu ia bisa menolong orang-orang yang lemah"
"wkwkwkwkwkwkwk!!!" tiba-tiba pria gendut yang sedari tadi cuma diam menyimak percakapan itu tertawa ngakak.
"kalian ini ngomong apa sih? bilang saja kalian itu kere, tak punya duit untuk memberi ke pengamen! Ngapain di sangkut-pautkan dengan agama segala!" katanya dengan nada agak meninggi sambil bergegas pergi mau turun ke tempat tujuannya meninggalkan dua orang lainnya yang terdiam dan masih berkonfrontasi pemikiran itu.
No comments:
Post a Comment